Kelarutan
12:02
I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Menentukan
kelarutan suatu zat secara kuantitatif
2. Menetapkan
faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat
3. Menjelaskan
pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat
II. DASAR TEORI
Kelarutan
Kelarutan
(S) adalah jumlah maksimum solut yang terlarut pada solven dan suhu tertentu.
Pengamatan ilmiah menunjukkan bahwa ada kecenderungan like dissolves like dalam
kelarutan solut dalam solven. Air mampu melarutkan garam karena gaya ion-dipole
sama kuat dengan gaya ion-ion yang ada pada garam sehingga mampu
menggantikannya. Minyak tidak dapat larut dalam air karena gaya dipole-dipole
terinduksi yang lemah tidak dapat menggantikan gaya dipole-dipole (ikatan-H)
pada air sehingga minyak tidak dapat menggantikan molekul air. Larutan yang
memenuhi like dissolves like mensyaratkan adanya kesetaraan kekuatan gaya untuk
dapat mengatasi gaya dalam solven dan solut. Contohnya alkohol dan air
bercampur sempurna (completely miscible), air dan eter bercampur
sebagian (partially miscible), sedangkan minyak dan air tidak bercampur (completely
immiscible).
Sebutir
kristal gula pasir merupakan gabungan dari beberapa molekul gula. Jika kristal
gula itu dimasukkan ke dalam air, maka molekul-molekul gula akan memisah dari
permukaan kristal gula menuju ke dalam air (disebut melarut). Molekul gula itu
bergerak secara acak seperti gerakan molekul air, sehingga pada suatu saat
dapat menumbuk permukaan kristal gula atau molekul gula yang lain. Sebagian
molekul gula akan terikat kembali dengan kristalnya atau saling bergabung
dengan molekul gula yang lain sehingga kembali membentuk kristal (mengkristal
ulang). Jika laju pelarutan gula sama dengan laju pengkristalan ulang, maka
proses itu berada dalam kesetimbangan dan larutannya disebut jenuh.
Kristal
gula + air ⇔
larutan gula
Larutan
jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang diperlukan
untuk adanya kesetimbangan antara solute yang terlarut dan yang tak
terlarut. Banyaknya solute yang melarut dalam pelarut yang banyaknya
tertentu untuk menghasilkan suatu larutan jenuh disebut kelarutan (solubility)
zat itu. Kelarutan umumnya dinyatakan dalam gram zat terlarut per 100 mL
pelarut, atau per 100 gram pelarut pada temperatur yang tertentu. Jika
kelarutan zat kurang dari 0,01 gram per 100 gram pelarut, maka zat itu
dikatakan tak larut (insoluble).
Jika
jumlah solute yang terlarut kurang dari kelarutannya, maka larutannya
disebut tak jenuh (unsaturated). Larutan tak jenuh lebih encer (kurang
pekat) dibandingkan dengan larutan jenuh. Jika jumlah solute yang
terlarut lebih banyak dari kelarutannya, maka larutannya disebut lewat jenuh (supersaturated).
Larutan lewat jenuh lebih pekat daripada larutan jenuh. Larutan lewat jenuh
biasanya dibuat dengan cara membuat larutan jenuh pada temperatur yang lebih
tinggi. Pada cara ini zat terlarut harus mempunyai kelarutan yang lebih besar
dalam pelarut panas daripada dalam pelarut dingin. Jika dalam larutan yang
panas itu masih tersisa zat terlarut yang sudah tak dapat melarut lagi, maka
sisa itu harus disingkirkan dan tidak boleh ada zat lain yang masuk. Kemudian
larutan itu didinginkan hati-hati dengan cara didiamkan untuk menghindari
pengkristalan. Jika tidak ada solute yang memisahkan diri (mengkristal
kembali) selama pendinginan, maka larutan dingin yang diperoleh bersifat lewat
jenuh. Larutan lewat jenuh yang dapat dibuat dengan cara ini misalnya larutan
dari sukrosa, natrium asetat dan natrium tiosulfat (hipo). Larutan lewat jenuh
merupakan suatu sistem metastabil. Larutan ini dapat diubah menjadi larutan
jenuh dengan menambahkan kristal yang kecil (kristal inti/bibit) umumnya
kristal dari solute. Kelebihan molekul solute akan terikat pada
kristal inti dan akan mengkristal kembali.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kelarutan diantaranya adalah ;
1. Temperatur
Zat padat umumnya bertambah larut bila suhunya dinaikkan, zat padat
tersebut dikatakan bersifat endoterm, karena pada proses kelarutannya
membutuhkan panas.
Zat terlarut + pelarut +
panas → larutan.
Beberapa zat yang lain justru kenaikan temperatur menyebabkan tidak larut,
zat tersebut dikatakan bersifat eksoterm, karena pada proses kelarutannya
menghasilkan panas, misalnya : KOH dan K2SO4
Zat terlarut + pelarut → larutan
+ panas
Berdasarkan pengaruh ini maka beberapa sediaan farmasi
tidak boleh dipanaskan, misalnya :
a. Zat-zat yang atsiri,
Contohnya : Etanol dan minyak atsiri.
b. Zat yang terurai,
misalnya : natrium karbonas.
c. Saturatio
d. Senyawa-senyawa kalsium,
misalnya : Aqua calsis.
Kelarutan gas umumnya
berkurang pada temperatur yang lebih tinggi. Misalnya jika air dipanaskan, maka
timbul gelembung-gelembung gas yang keluar dari dalam air, sehingga gas yang
terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang. Kebanyakan zat padat
kelarutannya lebih besar pada temperatur yang lebih tinggi. Ada beberapa zat
padat yang kelarutannya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi, misalnya
natrium sulfat dan serium sulfat. Pada larutan jenuh terdapat kesetimbangan
antara proses pelarutan dan proses pengkristalan kembali. Jika salah satu
proses bersifat endoterm, maka proses sebaliknya bersifat eksoterm. Jika
temperatur dinaikkan, maka sesuai dengan azas Le Chatelier (Henri Louis Le
Chatelier: 1850-1936) kesetimbangan itu bergeser ke arah proses endoterm.
Jadi jika proses pelarutan bersifat endoterm, maka kelarutannya bertambah pada
temperatur yang lebih tinggi. Sebaliknya jika proses pelarutan bersifat
eksoterm, maka kelarutannya berkurang pada suhu yang lebih tinggi.
efek temperatur terhadap kelarutan
2. Struktur
kimia
a. Momment
dipol
Sebuah molekul diatom polar seperti HF
adalah suatu dipol, yakni
suatu benda yang memiliki dua muatan berlawanan pada titiknya. Adanya dua
muatan yang berlawanan ini dapat dibuktikan dengan medan listrik. Dimana ketika
medan listrik dinyalakan molekul HF akan engarahkan ujung negatifnya ke kutub
positif dan ujung positifnya ke kutub negatif Untuk molekul semacam ini dapat
ditentukan sebuah momen dipol, yaitu suatu ukuran terhadap
derajat kepolaran. Secara kuantitatif, momen dipol (µ) merupakan hasil kali
muatan Q dan jarak antar muatan r.
µ = Q x r (1)
Untuk mempertahankan kenetralan
listrik, muatan pada kedua ujung molekul diatomik yang bermuatan listrik netral
haruslah sama besar dan berlawanan arah. Namun, pada persamaan (1), Q hanya
merujuk pada besar muatan dan tidak ada tandanya, sehingga nilai Q selalu
positif. Momen dipol dinyatakan dalam satuan debye (D), dari nama seorang
kimiawan Peter Debye. Faktor konversinya adalah
1 D = 3,336 x 10-30 C m
Di mana C dalam Coulumb dan m
dalam meter.
Molekul diatomik yang mengandung
atom-atom dari unsur yang berbeda biasanya berupa molekul polar dan memiliki
momen dipol, sedangkan molekul diatomik yang mengandung atom-atom dari unsur
yang sama tidak memiliki momen dipol dan berupa molekul non-polar.
b. Sifat
dielektrik
Konstanta
dielektrik berhubungan dengan kepolaran suatu zat. Zat yang memilki konstanta
dielektrik dengan nilai yang tinggi merupakan zat yang bersifat polar.
Sebaliknya, zat yang konstanta dielektriknya rendah merupakan senyawa nonpolar. Kelarutan suatu zat sangat
dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta
dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar sukar larut di
dalamnya, begitu pula sebaliknya. Konstanta dielektrik adalah suatu besaran tanpa
dimensi dan merupakan rasio antara kapasitas elektrik medium (Cx) terhadap
vakum (Cv). Dirumuskan sebagai berikut.
C ε= x Cv
Besarnya
tetapan dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut
lain. Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan
dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan % volume
masing-masing komponen pelarut.
Adakalanya
suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut
tunggalny. Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang
mana dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat diseut co-solvent.
Etanol, gliserin dan propilen glikol adalah co-solvent yang umum digunakan
dalam bidang farmasi untuk pembuatan eliksir.
c. Ikatan
hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan gaya tarik menarik
antara atom H dengan atom lain yang mempunyai keelektronegatifan besar pada
satu molekul dari senyawa yang sama. Tarikan antar molekul yang luar biasa
kuatnya, dapat terjadi antara molekul-molekul, jika satu molekul mempunyai
sebuah atom hidrogen yang terikat pada sebuah atom berelektronegativitas besar,
dan molekul sebelahnya mempunyai sebuah atom berelektronegativitas tinggi yang
mempunyai sepasang elektron menyendiri.
Inti hidrogen, yakni proton ditarik oleh
sepasang elektron yang bersebelahan bolak-balik antara kedua atom tersebut.
Tarikan antara dua molekul yang menggunakan bersama-sama sebuah proton disebut
Ikatan Hidrogen.
Kelarutan suatu zat dalam air ditentukan oleh
dapat tidaknya zat tersebut menandingi kekuatan gaya tarik-menarik listrik
(gaya intermolekul dipol-dipol) antara molekul-molekul air. Jika suatu zat
tidak mampu menandingi gaya tarik-menarik antar molekul air, molekul-molekul
zat tersebut tidak larut dan akan mengendap dalam air.
d. Kompleksasi
Kompleksasi adalah
sebuah proses ketika ion positif logam berikatan dengan atau menjadi sebuah
molekul atau ion bermuatan yang disebut ligan atau complexing agent.
Besarnya kelarutan suatu obat dapat ditingkatkan dengan pembentukan suatu kompleks.
Hal ini disebabkan karena adanya penambahan kelarutan dari masing-masing
senyawa dengan kelarutan dari kompleks yg terbentuk. Hati-hati dalam penambahan
kompleks yg berlebihan justru akan menurunkan tingkat kelarutan bahan seperti :
Polisorbat 80, PEG, dan lain-lain.
Senyawa-senyawa organik
dalam larutan umumnya cenderung bergabung satu sama lain sampai tingkat
tertentu. Seringkali penggabungan ini terlalu lemah untuk dideteksi dengan
teknik-teknik standar. Dalam hal ini, penggabungan antar molekul atau kompleks
dapat dengan mudah diamati dan diukur kuantitasnya dengan satu atau beberapa
teknik yang dipublikasikan.
3. pH
Zat
aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan umumnya adalah Zat
organik yang bersifat asam lemah, dimana kelarutannya sangat dipengaruhi oleh
pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam organik lemah seperti barbiturat dan
sulfonamida dalam air akan bertambah dengan naiknya pH karena terbentuk garam
yang mudah larut dalam air. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti
alkoholida dan anastetika lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH
larutan diturunkan dengan penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang
mudah larut dalam air.
Hubungan
antara pH dengan kelarutan asam dan basa lemah digambarkan oleh persamaan
sebagai berikut :
Untuk
asam lemah :
pHp
= pKw + log S-So/So
Untuk
basa lemah :
pHp
= pKw - pKb + log S – So/So
Keterangan
:
pHp
= harga pH terendah/tertinggi dimana zat yang berbentuk asam atau basa lemah
masih dapat larut.
S =
Konsentrasi molar zat dalam yang ditambahkan
So =
Kelarutan molar fraksi asam atau basa yang tidak terdisosiasi
Ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan kelarutan suatu zat
diantaranya adalah :
1. Ukuran partikel : Makin
halus solute, makin kecil ukuran partikel ; makin luas permukaan solute yang
kontak dengan solvent, solute makin cepat larut.
2. Suhu : Umumnya kenaikan
suhu menambah kenaikan kelaruta solute.
3. Pengadukan.
Surfaktan (surface
active agents), zat yang dapat mengaktifkan permukaan, karena
cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan atau antar muka. Surfaktan
mempunyai orientasi yang jelas sehingga cenderung pada rantai lurus. Sabun
merupakan salah satu contoh dari surfaktan. Molekul surfaktan mempunyai dua
ujung yang terpisah, yaitu ujung polar (hidrofilik) dan ujung non polar
(hidrofobik) . Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu
surfaktan yang larut dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam air.
1. Surfaktan yang larut dalam minyak
Ada tiga yang termasuk dalam golongan ini, yaitu
senyawa polar berantai panjang, senyawa fluorokarbon, dan senyawa silikon.
2. Surfaktan yang larut dalam pelarut air
Golongan ini banyak digunakan antara lain sebagai zat
pembasah, zat pembusa, zat pengemulsi, zat anti busa, detergen, zat flotasi,
pencegah korosi, dan lain-lain. Ada empat yang termasuk dalam golongan ini,
yaitu surfaktan anion yang bermuatan negatif, surfaktan yang bermuatan positif,
surfaktan nonion yang tak terionisasi dalam larutan, dan surfaktan amfoter yang
bermuatan negatif dan positif bergantung pada pH-nya.
Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air dengan
mematahkan ikatan-ikatan hidrogen pada permukaan. Hal ini dilakukan dengan
menaruh kepala-kepala hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekor-ekor
hidrofobiknya terentang menjauhi permukaan air. Sabun dapat membentuk misel
(micelles), suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang
plus ujung ion. Bagian hidrokarbon dari molekul sabun bersifat hidrofobik dan
larut dalam zat-zat non polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan
larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara
keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air, tetapi dengan mudah akan
tersuspensi di dalam air.
Sifat Larutan Yang Mengandung Surfaktan
Larutan surfaktan dalam air menunjukkan perubahan
sifat fisik yang mendadak pada daerah konsentrasi yang tertentu. Perubahan yang
mendadak ini disebabkan oleh pembentukan agregat atau penggumpalan dari
beberapa molekul surfaktan menjadi satu, yaitu pada konsentrasi kritik misel
(CMC) .
Pada konsentrasi kritik misel terjadi penggumpalan
atau agregasi dari molekul-molekul surfaktan membentuk misel. Misel biasanya
terdiri dari 50 sampai 100 molekul asam lemak dari sabun.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai cmc, untuk
deret homolog surfaktan rantai hidrokarbon, nilai cmc bertambah 2x dengan
berkurangnya satu atom C dalam rantai. Gugus aromatik dalam rantai hidrokarbon
akan memperbesar nilai cmc dan juga memperbesar kelarutan. Adanya garam
menurunkan nilai cmc surfaktan ion. Penurunan cmc hanya bergantung pada
konsentrasi ion lawan, yaitu makin besar konsentrasinya makin turun
cmc-nya.Secara umum misel dibedakan menjadi dua, yaitu: struktur lamelar dan
sterik seperti telihat pada gambar dibawah ini:
Struktur misel, (a) sterik (b)
lamelar
Cara Penentuan CMC
Karena pada cmc terjadi penggumpalan dari molekul
surfaktan, maka cara penentuan cmc dapat menggunakan cara-cara penentuan
besaran fisik yang menunjukkan perubahan dari keadaan ideal menjadi tak ideal.
Di bawah cmc larutan menjadi bersifat ideal. Sedangkan diatasnya cmc larutan
bersifat tak ideal. Besaran fisik yang dapat digunakan ialah tekanan osmosa,
titik beku larutan, hantaran jenis atau hantaran ekivalen, kelarutan
solubilisasi, indeks bias, hamburan cahaya, tegangan permukaan, dan tegangan
antarmuka.
III.
ALAT
DAN BAHAN
- Beker glass
- Erlenmeyer
- Corong
- Gelas ukur
- Kertas saring
- Batang pengaduk
- Buret
- Asam Oksalat
- Asam Salisilat
- Tween 80
- Indikator Penolftalein
- Aquadest
IV.
PROSEDUR
KERJA
A. Pembakuan
Larutan NaOH
B. Penetapan
Kadar Asam Salisilat
HASIL PENGAMATAN
VI.
ANALISIS
DATA
PERBANDINGAN KOMPOSISI PELARUT YANG DIGUNAKAN
KELOMPOK
|
AIR (ml)
|
Alkohol (ml)
|
Gliserin (ml)
|
Jumlah (ml)
|
Larutan yang dipipet (ml)
|
1
|
47,5
|
2,5
|
0
|
50
|
10
|
2
|
45
|
2,5
|
2,5
|
50
|
10
|
3
|
42,5
|
2,5
|
5
|
50
|
10
|
4
|
40
|
2,5
|
7,5
|
50
|
10
|
5
|
37,5
|
2,5
|
10
|
50
|
10
|
6
|
35
|
2,5
|
12,5
|
50
|
10
|
PEMBAKUAN NaOH
Diketahui :
N asam Oksalat 0,05
N
VolumeAsam
Oksalat (ml)
|
Volum
NaOH yang digunakan (ml)
|
||
Awal
|
akhir
|
Selisih
|
|
10
|
0
|
8
|
8
|
10
|
8
|
16,2
|
8,2
|
10
|
16,2
|
24,3
|
8,1
|
Volum NaOH rata rata =
8 + 8,2 + 8,1
3
= 8,1 mL
Normalitas NaOH yang digunakan :
Vas.oksalat x Nas. oksalat =
V NaOH x NNaOH
10 mL x 0,05 N
= 8,1 mL x NNaOH
N NaOH = 10 x 0,05
8,1
= 0,06 N
PENETAPAN KADAR ASAM SALISILAT
Titrasi dengan
NaOH (0,06 N).
Massa Asam Salisilat (mg)
|
Volume Campuran Asam Salisilat (ml)
|
Volume NaOH (ml)
|
||
Awal
|
Akhir
|
Selisih
|
||
300
|
10
|
22
|
26,6
|
4,6
|
301
|
10
|
27
|
31,8
|
4,8
|
300
|
10
|
32
|
36,4
|
4,4
|
Tabel Pengaruh Pelarut
Campur Terhadap Kelarutan Asam Salisilat.
Kelompok
|
Gliserin ( % )
|
Kadar Asam Salisilat yang terlarut (%)
|
1
|
0
|
49,635
|
2
|
5
|
54,270
|
3
|
10
|
54,255
|
4
|
15
|
63,463
|
5
|
20
|
73,193
|
6
|
25
|
63,526
|
Data
konstanta dielektrik asam salisilat berdasarkan hasil percobaaan:
Kelompok
1
Kd as = Kd
air x % air + Kd alkohol x % alkohol – Kd gliserin x % gliserin
= 80,4 x 0,95 + 25,7 x 0,05 – 50 x 0
= 76,38 + 1,285 - 0
= 77,665
Kelompok 2
Kd as = Kd
air x % air + Kd alkohol x % alkohol – Kd gliserin x % gliserin
= 80,4 x 0,90 + 25,7 x 0,05 – 50 x
0,05
= 72,36 + 1,285 – 2,5
= 71,145
Kelompok 3
Kd as = Kd
air x % air + Kd alkohol x % alkohol – Kd gliserin x % gliserin
= 80,4 x 0,85 + 25,7 x 0,05 – 50 x 0,1
= 68,34 + 1,285 – 5
= 64,625
Kelompok 4
Kd as = Kd
air x % air + Kd alkohol x % alkohol – Kd gliserin x % gliserin
= 80,4 x 0,80 + 25,7 x 0,05 – 50 x
0,15
= 64,32 + 1,285 – 7,5
= 58,105
Kelompok 5
Kd as = Kd
air x % air + Kd alkohol x % alkohol – Kd gliserin x % gliserin
= 80,4 x 0,75 + 25,7 x 0,05 – 50 x 0,2
= 60,3 + 1,285 – 10
= 51,585
Kelompok 6
Kd as = Kd
air x % air + Kd alkohol x % alkohol – Kd gliserin x % gliserin
= 80,4 x 0,6 + 25,7 x 0,05 – 50 x 0,25
= 48,24 + 1,285 – 12,5
= 48,025
PEMBAHASAN :
Kelarutan suatu
zat dipengaruhi oleh struktur kimia serta fisika dari zat tersebut juga pelarut
yang digunakan. Telah diketahui bahwa kelarutan zat dalam pelarut mengikuti
kaidah like disslove like. Senyawa yang memiliki struktur yang sama cenderung
untuk larut dengan pelarut yang memiliki struktur yang sama (mirip).
Sifat like disslove like menunjukkan bahwa senyawa yang
memiliki struktur kimia yang sama dapat bercampur secara sempurna. Misalnya
pelarut polar hanya dapat melarutkan senyawa polar atau ionik. Senyawa polar
terbentuk akibat adanya perbedaan keelektronegatifan dari atom penyusunnya.
Sifat elektronegatif yang dimiliki suatu atom berbeda ada yang positif ada juga
yang negatif sehingga terbentuk dipol (2 kutub), interaksi pelarut polar dan
solut polar adalah interaksi dipol. Seperti yang diketahui kutub magnet yang
berbeda akan saling tarik menarik. Sedangkan kutub yang sejenis akan saling
tolak menolak. Dalam senyawa non polar dipol ini tidak terbentuk sehingga
senyawa non polar tidak dapat larut dalam senyawa polar.
Konstanta dielektrik dari pelarut berpengaruh terhadap sifat
pelarut tersebut. Pelarut yang memiliki nilai konstanta dielektrik yang tinggi,
pelarut tersebut cenderung memiliki sifat polar sehingga pelarut hanya akan
dapat melarutkan zat zat yang bersifat polar juga.
Dalam praktikum
ini akan mengetahui pengaruh kelarutan asam salisilat terhadap berbagai
konsentrasi pelarut campur. Pelarut yang digunakan pada praktikum ini terdapat 3 jenis pelarut yang dicampur dengan berbagai
konsentrasi. Pelarut yang digunakan adalah air, etanol serta gliserin. Air
memiliki konstanta dielektrik sebesar 80,4 sedangkan alkohol memiliki konstanta
dielektrik sebesar 25,7 dan gliserin memiliki konstanta dielektrik sebesar 50.
Pada praktikum
ini mula mula mengerjakan pembakuan NaOH yang akan digunakan sebagai titran
dalam titrasi untuk mengukur kadar asam salisilat yang terlarut. Dalam
pembakuan tersebut yang digunakan sebagai larutan baku adalah larutan asan
oksalat dengan konsentrasi sebesar 0,05 normal sebanyak 10 mL. Dari hasil
pembakuan tersebut diketahui bahwa konsentrasi NaOH yang dibuat sebesar 0,06
normal.
Tahap kedua
adalah pembuatan larutan campur antara air, alkohol juga gliserin dengan
berbagai konsentrasi. Campuran yang dibuat sebanyak 50 mL Pada praktikum yang
kami kerjakan hanya pelarut gliserin dan air saja yang volumnya bervariasi,
sedangkan alkoholnya konstan.
Larutan yang dibuat digunakan untuk melarutkan asam
salisilat yang telah ditimbang sebanyak 300mg. Lalu diaduk sampai homogen
selama 5 menit. Pengadukan berfungsi agar asam salisilat yang dilarutkan dapat
mudah terlarut dalam pelarut campur yang telah dibuat.
Larutan tersebut diambil sebanyak 10 ml ditambah dengan
indikator PP kemudian dititrasi dengan NaOH yang telah diketahui
konsentrasinya. Dari hasil titrasi tersebut menghabiskan NaOH sebanyak 4,6 ml
serta dari hasil analisis data diketahui bahwa kadar asam salisilat yang
terlarut sebanyak 63, 463 % untuk komposisi pelarut 40 ml air, 2,5 ml alkohol
serta 7,5 ml gliserin.
Berdasarkan tabel pengaruh pelarut campur terhadap
kelarutan asam salisilat diketahui bahwa jumlah gliserin makin banyak maka
kelarutan asam salisilat dalam pelarut campur tersebutr juga ikut meningkat.
Tetapi pada kadar gliserin sebesar 25% kelarutan asam salisilat menurun. Kadar
asam salisilat yang tertinggi terdapat pada larutan gliserin dengan kadar 20 %
dengan perbandingan alkohol sebanyak 2,5 ml, air 37,5 dan gliserin sebanyak 10 ml dan kadar
kelarutan asam salisilatnya sebanyak 73,193 %. Dari hasil perhitungan Kd maka
Kd asam salisilat mendekati pelarut campur yang digunakan oleh kelompok 5 yaitu
dengan 37,5 ml air, alkohol 2,5 ml dan 10 ml gliserin.
VII.
KESIMPULAN
- Kelarutan (S) adalah jumlah maksimum solut yang terlarut pada solven dan suhu tertentu.
- Pada praktikum kali ini faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah pelarut campur. Dan berpengaruh pada konstanta dielektrik.
- Nilai Kd mempengaruhi sifat kepolaran suatu senyawa. Makin besar nilai Kd maka senyawa semakik polar.
- Kadar asam salisilat menurut hasil kelarutannya mendekati pelarut campur kelompok 5 dengan Kd = 51, 585.
- Penambahan komposisi pelarut dalam pelarut campur mempengaruhi kelarutan asam salisilat.
VIII. DAFTAR
PUSTAKA
1.
Adamsons, Arthur W. 1982. Physical
Chemistry of Surface. A wiley-Interscience Publication, United State of
America.
Tags:
kelarutan
Unknown
Delvina Ginting : Quality Assurance Validation Support at Boehringer Ingelheim Provinsi Jawa Barat, Indonesia Farmasi. Saat Ini : Boehringer Ingelheim. Sebelumnya : Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Indonesia (BIMKES). Pendidikan : Universitas Padjadjaran (Unpad).
1 komentar
perhitungan Tabel Pengaruh Pelarut Campur Terhadap Kelarutan Asam Salisilat bagaimana ya
ReplyDelete